Remove these ads. Join the Worldbuilders Guild
Sebuah pulau, 1722 GE

about fishes

by Balvar Halident

Di salah satu pulau yang kami singgahi dalam perjalanan ujian petualang saya dan Tuan Sunshine, kami bertemu dengan Tuan Argor, nampaknya dari bangsa elf, yang menawarkan upah 1000 gold untuk mendapatkan sebuah kalung mutiara milik keluarganya di pondok bawah tanah tengah hutan. Sial untuk Tuan Argor karena kami sudah terlebih dahulu mendapat kabar soal bahaya di hutan, soal banyaknya petualang yang tidak pernah kembali, dan soal mayat hidup yang berkeliaran di dalamnya. Sial pula untuk kami karena umpan 200 gold tambahan membutakan kami dari kejanggalan di cerita Tuan Argor.
 
Yang janggal, menurut saya, bila benar kalung tersebut berupa harta keluarga sang tuan, mengapa sang tuan terlihat bagai pelayar yang baru sejenak menetap? Pun mengapa, setelah mengetahui petualang kirimannya tidak ada yang kembali, sang tuan terus mengirim petualang lain seolah nyawa yang sebelumnya melayang bukanlah perkara? ‘Hati-hati’ pesannya, seolah bukan dia sang empu yang terus mengirim abdinya dalam ajal.
 
Agaknya hal ini membuat saya berpikir, mengingatkan saya betapa kehidupan petualang bagaikan siklus. Dalam satu masa merasa berhak merenggut nyawa karena uang, sedang dalam masa lain karena uang pula harus merelakan nyawa. Konyol, menurut saya, bagaimana Tuan Argor masih dapat berada di sini hanya karena ia dapat membayar para petualang untuk menggantikan dirinya.
 

Apakah nyawa para petualang lebih rendah dari seribu keping koin emas, ataukah nyawa bukan hal yang berbobot sama bagi setiap mahluk?

Tapi ‘toh akhirnya saya- kami lakukan juga.
 
Bukannya mau munafik, memang kami butuh uang, tapi dibanding uang, kebenaran cerita tuan dan mara hutanlah yang, saya rasa, membuat kami penasaran. Pun bagaimana Tuan Argor membekali kami dengan air suci, menunjukkan tuan tidak bermaksud buruk. Mungkin hanya putus asa?
 
Benar adanya soal kabar mayat hidup berkeliaran di hutan. Kelompok mayat pertama kami giling dengan potongan kayu pohon, metode yang aneh di luar nalar saya pikir awalnya, tapi mungkin hanya saya yang arogan dan tidak mengetahui cara petualang seharusnya bekerja. Kemudian Tuan Pyto mulai bersolek dengan organ yang tercecer. Melihat Tuan Sunshine dan Tuan Rafikee yang melakukan hal serupa, sayapun mengikuti meski sebatas menggunakan baju bekas para mayat hidup. Sepertinya kelompok berikutnya tidak dapat membedakan kami dari mayat hidup lain, jadi kami berlalu dengan mudah.
 
Benar pula adanya kabar soal gubuk di tengah hutan. Tapi janggal, menurut saya, karena banyak makam di dalam gubuk yang malah hancur. Yang lebih janggal, salah satu makam terlihat seolah dihancurkan dari dalam. Ketika kami turun ke bawah tanah, kami bertemu seorang seekor sesosok tulang, mengaku bernama Fionn O’Kelly-sama seperti nama di salah satu nisan, yang menghardik kami sebagai pencuri makam, dan bersumpah akan melindungi harta gubuk ini. Tiba tiba dua patung gargoyle hidup bergerak dan mulai menyerang kami. Tentu saja awalnya kami pikir Tuan Fionn yang megendalikan mereka, tapi kemudia dia berdoa, memohon perlindungan atas gangguan mahluk mahluk ini. Tuan Rafikee, dengan keberaniannya, entah bagaimana berhasil meyakinkan Tuan Fionn untuk membantu kami mengalahkan gargoyle tadi.
 
Pada akhirnya Tuan Fionn bersedia mengikuti kami menemui Tuan Argor, yang ternyata memang keturunan pemilik gubuk, dan mengantarkan kalung mutiara yang ternyata memang tersimpan di situ. Saya memutuskan untuk tidak membunuh gargoyle yang menyerang saya, meskipun sayapnya sudah patah, dan membawanya kembali atas izin Tuan Sunshine. Pikiran saya sebelum berangkat agaknya mengganggu, tapi tidak banyak yang saya khawatirkan karena kondisinya sudah tidak sadarkan diri. Pun misal nantinya memang mengacau, saya rasa tidak mungkin seekor gargoyle yang terbuat dari batu cukup kuat untuk berenang di tengah lautan.
 
Di kapal, Tuan Asto sempat bilang kalau gargoyle ini adalah seekor elemental-bukan sesuatu yang saya pahami, dan kalung mutiara itu, selain bernilai lebih besar dari upah yang diberi Tuan Argor juga dapat mengabulkan keinginan pemiliknya untuk berubah wujud. Tuan Fionn kemudian menambahkan bahwa dulu, di masa mudanya, Tuan Argor ingin berubah jadi seorang duyung karena jatuh cinta. Hal ini dibantah Tuan Argor kemudian, karena daripada duyung rupanya yang dimaksud adalah sea elf. Kabarnya karena bukan dari etnik elf yang sama, keluarganya tidak merestui.
 
Yang selanjutnya seharusnya bukan urusan saya, terlebih mengingat bagaimana Tuan Argor cukup bermurah hati untuk menambah upah kami, tapi Tuan Argor mengutarakan kebingungannya soal masa depan dan mulut saya yang kurang ajar tidak sengaja menyinggung soal banyaknya ikan di laut. Tuan Argor hanya menjawab kalau ikan ini yang dia mau, sedang saya teringat soal nasib petualang kirimannya yang tidak dapat kembali.

 
Apakah pantas mengorbankan lautan hanya demi ikan yang tuan mau?

Tapi mungkin dalam semesta lain, dalam semesta yang lebih ramah, semesta yang mengizinkan saya sedikit lebih egois untuk mengorbankan dunia demi seekor ikan, Tuan Argor yang akan mencibir saya.

Continue reading...

  1. The Forsaken, Ghost of a Devotee
    Sinkey, 1722 GE
  2. about fishes
    Sebuah pulau, 1722 GE